progresifjaya.id, JAKARTA – Belum lama ini dunia hukum di Tanah Air dihebohkan oleh buronan tindak kejahatan kelas atas bernama Joko Tjandra.
Pasalnya strategi dalam mengajukan peninjauan kembali (PK) yang dilakukan Joko Tjandra cukup bagus meski terkesan licik dan melanggar norma hukum karena saat sidang PK di Pengadilan Negeri itu Joko tidak hadir.
Padahal seharusnya sebagai principal, dia harus menghadiri sidang untuk diteruskan hasilnya ke Mahkamah Agung (MA).
Namun sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Joko Thandra ini, justru lebih dulu dilakukan oleh terdakwa kasus penipuan dan penggelapan Dalton Ichiro Tanonaka yang merupakan warga Amerika Serikat (AS).
Atas ulah terpidana yang dihukum 3 tahun penjara itulah, pengacara Hartono Tanuwidjaja, SH, MSi., SH., CBL., mengirimkan surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait PK yang diajukan Dalton Ichiro.
Sebelumnya Dalton terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan dan diganjar 3 tahun penjara. Namun pasca putusan kasasi di MA Nomor 761 tanggal 14 Oktober 2018, Dalton kabur dan ditetapkan sebagai DPO.
Saat itu Hartono adalah sebagai pelapor dan juga selaku kuasa hukum saksi korban salah satu pengusaha berinisial HPR.
Menurut Hartono berdasarkan pasal 263 ayat (1) KUHP yang berhak mengajukan PK adalah terdakwa atau ahli warisnya. Tapi sampai saat ini status Dalton masih dalam cekal karena belum pernah dieksekusi dan dimasukkan dalam penjara berdasarkan putusan kasasi yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut.
“Dalton belum berhak mengajukan PK karena belum memenuhi kriteria terpidana. Berdasarkan pasal 1 ayat (32) KUHP, terpidana adalah orang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap,” kata Hartono kepada Progresif Jaya pada Selasa kemarin.
Sebagai buronan, kata Hartono, Dalton belum menjalani hukuman selama 3 tahun penjara sesuai vonis kasasi pada 14 Oktober 2018 lalu. Sehingga dia belum memenuhi persyaratan formil untuk mengajukan PK.
Menurut Hartono PK, yang diajukan Dalton pada 13 Januari 2020 lalu, terdapat keanehan dan kejanggalan. Sebab memori PK baru diserahkan tiga bulan kemudian yakni pada 24 April 2020. Sedangkan alamatnya tidak jelas dan tidak diketahui lagi. Bahkan Dalton tak pernah dihadirkan dalam persidangan PK di PN Jakarta Pusat tersebut.
“Permohonan PK Dalton diajukan melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Marthen Pongrekun & Associates pada 13 Januari 2020 setelah Dalton divonis 3 tahun penjara pada tingkat kasasi. Tapi dalam permohonan itu, Dalton bersama kuasa hukumnya baru menyerahkan memori PK pada 24 April 2020. Dan dia sebagai prinsipal tidak pernah hadir saat sidang PK itu digelar,” ujarnya.
Padahal kata dia, dalam surat edaran Mahkamah Agung No 1 tahun 2012 dan ketentuan pasal 265 ayat (2) KUHP secara tegas menyebutkan pemohon wajib hadir dan melakukan pendaftaran dan mengikuti pemeriksaan sidang PK tersebut. Sedangkan Dalton tidak pernah hadir karena takut ditangkap jaksa selaku eksekutor.
Selain itu, ujar Hartono, sebagai pemohon PK Dalton juga dinilai tidak koperaktif karena buron dan sering berpindah pindah tempat tinggal.
Untuk itu, Hartono berharap Ketua PN Jakpus dan majelis hakim yang menangani perkara tersebut dapat bertindak objektif dan turut membantu penegakan hukum agar tidak menerima permohonan PK yang tidak dihadiri langsung oleh si pemohon itu sendiri.
Penulis/Editor: Zulkarnain