progresifjaya.id, JAKARTA – Sejak kuartal III-2022 hingga 2024, sektor industri tekstil Indonesia mengalami guncangan besar.
Setidaknya 30 pabrik tekstil terpaksa tutup, dan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan akibat serbuan barang impor yang terus membanjiri pasar domestik.
Banyak perusahaan tekstil yang kesulitan untuk bersaing dengan produk-produk asing, baik yang legal maupun ilegal, yang masuk ke Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menjelaskan bahwa kondisi ini semakin memperburuk situasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri.
Produk lokal yang sebelumnya mampu bersaing dengan barang impor kini tidak dapat bertahan, terlebih dengan harga yang lebih murah dan kualitas yang semakin kompetitif dari negara-negara penghasil tekstil utama.
APSyFI mencatat 30 pabrik tekstil di Indonesia yang terpaksa menutup operasionalnya dan merelokasi sebagian aktivitas produksinya ke luar negeri atau mengurangi beban operasional dengan mengurangi jumlah karyawan.
Ini adalah dampak langsung dari tingginya arus barang impor yang tak terkendali.
Berikut daftar pabrik tekstil yang terdampak kebijakan impor dan memutuskan untuk tutup atau merelokasi sebagian besar operasionalnya:
1. PT Lawe Adyaprima
2. PT Grand Pintalan
3. PT Centex – Spinning Mills
4. PT Damatex
5. PT Argo Pantes (Bekasi)
6. PT Asia Citra Pratama
7. PT Kaha Apollo Utama
8. PT Mulia Cemerlang Abadi
9. PT Lucky Tekstil (PHK 100 orang)
10. PT Grand Best (PHK 300 orang)
11. PT Delta Merlin Tekstil I (Duniatex Grup, PHK 660 orang)
12. PT Delta Merlin Tekstil II (Duniatex Grup, PHK 924 orang)
13. PT Pulaumas Tekstil (PHK 460 orang)
14. PT Tuntex (PHK 1.163 orang)
15. Agungtex Grup (Sekitar 2.000 orang dirumahkan)
16. PT Kabana (PHK 1.200 orang)
17. PT Pismatex (Pailit dan PHK 1.700 orang)
18. PT Sai Aparel (Relokasi sebagian)
19. PT Adetex (Sekitar 500 orang dirumahkan)
20. PT Nikomas
21. PT Chingluh (PHK sekitar 2.000 orang)
22. PT HS Aparel (Tutup)
23. PT Starpia (Tutup)
24. PT Djoni Texindo
25. PT Efendi Textindo
26. PT Fotexco Busana Internasional
27. PT Wiska Sumedang (Tutup dan PHK 700 orang)
28. PT Alenatex (Tutup dan PHK 700 orang)
29. PT Kusuma Group (3 perusahaan tutup dan PHK 1.500 orang)
30. PT Primissima (PHK 402 orang)
Redma Gita Wirawasta menambahkan bahwa salah satu penyebab utama yang membuat banyak pabrik tekstil di Indonesia tutup adalah derasnya arus impor produk tekstil.
Pemerintah dinilai belum cukup tegas dalam mengatasi maraknya produk impor ilegal yang merusak daya saing industri dalam negeri.
Sementara itu, produk lokal yang dihasilkan pabrik-pabrik tekstil Indonesia sulit bersaing, baik dari sisi harga maupun kualitas.
“Produk tekstil dari luar negeri, baik yang legal maupun ilegal, sangat murah dan mudah dijangkau konsumen,” ujar Redma.
“Akibatnya, produk lokal yang dihasilkan oleh pabrik tekstil di Indonesia terpaksa menurunkan harga atau bahkan menghentikan produksinya karena tidak mampu bersaing,” pungkasnya. (Red)