progresifjaya.id, MATARAM – Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat terpaksa bertindak dengan insiden jemput paksa jenazah pasien Covid-19. Tercatat di Mataram telah terjadi tiga kali jemput paksa jenazah Covid-19. Insiden terakhir, TNI polisi sampai kalah pasrah dengan aksi ratusan orang jemput paksa jenazah Covid-19.
Insiden terakhir jemput paksa jenazah Covid-19 terjadi pada Senin malam 6 Juli 2020 waktu setempat. Pada insiden terakhir ini, ratusan warga sekampung jenazah Covid-19 menggeruduk RSUD Kota Mataram dan memaksa membawa jenazah berinisial M.
Pemerintah Kota Mataram akhirnya mengeluarkan surat pernyataan setiap pasien Covid-19 yang akan dirawat di RSUD Kota Mataram. Surat itu mengatur jika pasien meninggal akan dimakamkan sesuai protokol Covid-19. Langkah rilis surat ini supaya menghindari adanya pengambilan paksa jenazah Covid-19.
“Kita tidak ingin kasus serupa terulang lagi,” kata Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh di Mataram, Selasa dikutip Antara.
Pemerintah Kota Mataram dalam hal ini RSUD Kota Mataram mulai saat ini memastikan semua pasien Covid-19 yang akan dirawat harus menandatangani surat pernyataan bersedia dilakukan penanganan sesuai protokol Covid-19, apabila pasien bersangkutan meninggal.
Sebelumnya, ratusan warga dari Dusun Orong Ranjok, Desa Mekarsari, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, menjemput paksa jenazah Covid-19 berinisial M di RSUD Kota Mataram pada Senin malam 6 Juli 2020. Warga enggan menerima perlakuan jenazah sesuai protokol Covid-19.
Penjemputan paksa jenazah Covid-19 di RSUD Kota Mataram itu, menjadi kasus yang ketiga dan ketiganya merupakan pasien dari luar Kota Mataram. Mereka yang datang kemudian memaksa pihak rumah sakit mengeluarkan jenazah M untuk dibawa pulang dan dikuburkan oleh pihak keluarga sesuai protokol Covid-19.
Hingga sekitar pukul 21.00 WITA, massa berhasil memboyong jenazah M pulang ke Lombok Barat dengan menggunakan alat transportasi umum, taksi.
“Tadi malam, pihak RSUD terpaksa memberikan karena yang datang warga sekampung. Tapi sudah membuat surat pernyataan sehingga menjadi urusan Lombok Barat, apalagi ada camat dan kapolres yang bertanggung jawab sehingga RSUD tidak bisa mempertahankan,” Kata sang Wali Kota.
Kabagops Mataram Kompol Taufik di Mataram, Selasa, mengatakan aksi penjemputan paksa tersebut dilakukan oleh keluarga korban yang datang bersama ratusan warganya ke RSUD Kota Mataram, pada Senin 6 Juli 2020 sekitar pukul 19.30 WITA.
“Jadi kami dari Polri bersama TNI, dan aparat desa dan camat sudah berupaya (mengamankan) terkait pengambilan paksa oleh warga, pihak rumah sakit juga sebelumnya sudah sampaikan agar jenazah dimakamkan dengan protokol Covid-19,” kata Taufik.
Taufik mengatakan upaya tersebut tidak dihiraukan oleh pihak keluarga yang datang bersama ratusan warga, bahkan kerumunan massa yang datang melebihi jumlah personel pengamanan, berhasil merangsek masuk dan memadati halaman parkir RSUD Kota Mataram.
Bahkan Camat Gunungsari Muhammad Mudasir yang hadir di lokasi dipaksa untuk menandatangani surat pengambilan jenazah oleh warga. Karena adanya desakan massa, pihak rumah sakit pun turut menandatangani surat pengambilan jenazah tersebut.
Sementara menyinggung langkah antisipasi dengan pembuatan posko pengamanan, wali kota menilai belum mendesak, karena komunikasi dengan aparat keamanan lancar dan cepat sehingga bisa turun tepat waktu.
Terkait dengan pengrusakan fasilitas rumah sakit, Wali Kota telah meminta RSUD Kota Mataram berkomunikasi dengan Pemerintah Lombok Barat.
“Tapi kita tidak ada upaya melanjutkan kasus ini ke ranah hukum, dan tidak meminta ganti rugi. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk terus sosialisasi dan edukasi masyarakat tentang bahaya penyebaran Covid-19,” katanya.
Sumber: Antara
Editor: Asep Sofyan