progresifjaya.id, JAKARTA — Perbuatan terdakwa Wahyu Sulistyowati bukan perkara ranah Keperdataan, namun ranah Pidana, karena itu jaksa penuntut umum (JPU) tetap pada tuntutan selama 2 tahun dan 6 bulan penjara.
Hal itu diungkapkan Doni Boy Pandjaitan selaku JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara sebagai tanggapannya atas pledoi kuasa hukum terdakwa di depan majelis hakim pimpinan Irawan didampingi hakim anggota Edi Djunaedi dan Waskita di Pengadilan Negeri (PN)Â Jakarta Utara, Kamis (29/8/2024).
Sebagaimana dalam tanggapannya (replik) atas pledoi kuasa hukum terdakwa disebut, mohon agar majelis hakim tetap menjatuhkan pidana sebagaimana dalam tuntutan sebelumnya.
“Kami JPU tidak sependapat dengan kuasa hukum terdakwa, dimana
setelah mempelajari Nota pembelaan/pledoi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa yang mengarahkan bahwa perkara/perbuatan masuk dalam ruang lingkup keperdataan tidak sesuai dengan keterangan para saksi ataupun fakta hukum yang terungkap dalam persidangan,” ujar Doni.
Ditambahkannya, terdakwa mengajak saksi korban Nenden Hasanah bekerja sama di bidang pengadaan minyak goreng dan untuk dijual kembali kepada agen-agen atau distributor, juga terdakwa mengatakan kepada korban sudah memiliki pembeli tetap, untuk membeli minyak goreng sebanyak 1 kontainer yang berisikan 2.200 karton minyak goreng merek Tropical di PT. Rajawali dan harga per kartonnya seharga Rp 175.000,- ( dengan total modal sebesar Rp 385.000.000,-
Selain, kata JPU, terdakwa menawarkan keuntungan kepada saksi korban 5 % dalam 2-3 hari, karena modalnya terlalu besar maka saksi korban menyanggupi hanya setengah yakni sebanyak 1.100,- karton dengan modal sebesar Rp 192.493.000,- dan korban menyerahkan modal tersebut kepada terdakwa via transfer .
Dilanjutkannya, setelah terdakwa menerima uang dari korban sebesar Rp 192.493.000,- terdakwa menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi terdakwa dan bukan untuk membeli minyak goreng sebagaimana disebutkan kepada saksi korban lalu terdakwa memberikan keuntungan kepada saksi korban sebesar Rp 13.650.000,- yang digunakan dari uang modal dari saksi korban dengan tujuan agar sewaktu terdakwa meminta modal maka saksi korban percaya.
Kemudian, tambahnya, pada tanggal 21 Oktober 2021, terdakwa meminta modal untuk membeli minyak goreng di PT. Tanihub sebesar Rp 50 juta dan menjanjikan keuntungan sebesar 5 % dalam 2-3 hari dan setelah korban memberikan modal sebesar Rp 50 juta, terdakwa memberikan keuntungan kepada korban sebesar Rp 3.270.000,-Â yang mana uang tersebut diambil dari modal yang diberikan oleh saksi korban.
Tanggal 28 Oktober 2021, kata JPU, terdakwa datang ke rumah korban dan mengatakan untuk pesanan sebanyak 1.100,-Â karton mengalami kenaikan harga sehingga terdakwa meminta tambahan sebesar Rp 16, 500 juta.
Beberapa hari kemudian terdakwa datang ke rumah korban dan mengatakan bahwa PT. Tanihub memesan kembali kepada terdakwa dengan jumlah yang banyak sehingga terdakwa meminta modal kepada korban sebesar Rp 300 juta.
Korban pun memberikan sebesar Rp 100 juta via transfer ke rekening terdakwa, dimana tanggal 31 Oktober 2021 terdakwa memberikan keuntungan kepada korban sebesar Rp 10 juta dan uang tersebut berasal dari modal yang diberikan oleh korban.
Bahwa benar pada awal bulan November 2021, terdakwa meminta modal untuk PO pembelian minyak goreng Lazata kemudian korban memberikan sebesar Rp 50 juta.
Setelah menerima uang tersebut, terdakwa mengatakan kalau minyak goreng Lazata tersebut tidak jelas sehingga terdakwa tidak memberikan keuntungan.
Dan, terdakwa kembali mengatakan, uangnya akan digunakan untuk membeli minyak goreng merek lain.
Terdakwa telah menerima uang dari korban sebesar Rp 408.993 juta dan uang tersebut tidak digunakan untuk modal pembelian minyak goreng melainkan untuk kepentingannya.
Akibat perbuatan terdakwa tersebut, saksi korban Nenden Hasanah mengalami kerugian sekitar Rp 408.993 juta.
Hingga perkara ini disidangkan belum ada pengembalian uang yang sudah terdakwa gunakan. Dan bisnis yang terdakwa katakan adalah fiktif.
Karena itu, kata JPU, perbuatan terdakwa tersebut bukanlah perkara keperdataan sebagaimana yang diuraikan oleh penasehat hukum terdakwa sebagaimana alasan yang disebutkan oleh penasehat hukum terdakwa dalam nota pembelaannya yang hanya mengasumsikan dari keterangan terdakwa tanpa bukti yang nyata sehingga kami menolak seluruh nota pembelaan dari penasehat hukum terdakwa.
Sebelumnya, penasehat hukum terdakwa dalam pledoinya menyebutkan,
perbuatan terdakwa bukanlah ranah pidana dan tidak ada niatannya untuk melakukan peristiwa hukum, namun merupakan ruang lingkup keperdataan.(ARI)