progresifjaya.id, JAKARTA — Tergugat berinisial “WS” melalui Kuasa Hukum Sandi E Situngkir, SH.,MH, Patar Sihaloho, SH, Trifena Pardosi, SH dan Rio Batoan Pangaribuan, SH dari Kantor Hukum “SESA Partners” menyampaikan surat pengaduan dan permohonan perlindungan hukum atas perilaku hakim pemeriksa perkara perdata No. No. 270/Pdt.G/2024/PN JKT.Utr di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara ke Ketua Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) RI, Hakim Tinggi Pengawasan PT. DKI Jakarta dan Ketua PN Jakarta Utara.
Pengaduan dan permohonan perlindungan hukum tersebut disampaikan terkait atas penanganan perkara perceraian antara suami yang berinisial “HB” sebagai penggugat melawan istrinya “WS” yang menurut Tim Kuasa Hukum tergugat super cepat dan tanpa pemberitahuan kepada tergugat.
“Selain klien kami tidak mengetahui adanya sidang, tidak pernah menerima Surat Panggilan Sidang Melalui Tercatat dan sama sekali bahwa klien kami tidak mengetahui gugatan penggugat,” ujar Sandi E Situngkir kepada sejumlah wartawan ketika ditemui di PN Jakarta Utara, Rabu (26/6-2024).
Dia katakan, Senin, tanggal 24 Juni 2024 baru menerima kuasa dari tergugat WS terkait perkara perdata tentang perkara perceraian No. 270/Pdt.G/2024/PN JKT.Utr. dan atas kuasa tersebut dirinya mendaftar ke PTSP PN Jakarta Utara, sekaligus untuk mengisi absensi persidangan.
Selanjutnya, tambahnya, dirinya menemui Panitera Pengganti (PP) berinisial WA untuk meminta informasi sidang perkara perdata tersebut.
“Saya selaku Kuasa Hukum tergugat WS merasa terkejut, sebab WA selaku PP mengatakan, bahwa sidang perkara tersebut untuk yang kedua sudah selesai tadi dalam agenda pembuktian dan saksi (jam 9.30 Wib), sedangkan saya datang Senin (24/6) dan menurut klien kami sidang akan digelar pada hari Rabu tanggal 26 Juni 2024,” kata Sandi.
Bahkan, lanjutnya, menurut informasi dari WA dikatakannya nanti sidang selanjutnya pada tanggal 1 Juli 2024 sidang akan digelar yang kemungkinan akan diputuskan hakimnya.
Sebagaimana dalam surat pengaduan dan permohonan perlindungan hukum tergugat melalui Tim Kuasa Hukum No. 012/SESA-WS/PHVI/2024 tertanggal 25 Juni 2024 disebutkan, penggugat mengajukan surat gugatannya pada tanggal 15 Mei 2024 dan sidang I digelar tanggal 29 Mei 2024.
Dimana tergugat tidak hadir, karena itu, surat tanggal 29 Mei 2024 oleh penggugat melakukan perubahan alamat WS (tergugat) beralamat di Jalan Janur Elok 2 Blok QB 8 No. 3 Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Kemudian Juru Sita PN Jakarta Utara, mengirimkan Surat Panggilan II kepada tergugat ke alamat tersebut dan tentu tergugat tidak menerima surat panggilan II tersebut untuk sidang ke II tanggal 12 Juni 2024, sebab tergugat tinggal di Bangka Belitung mengurus usaha keluarga penggugat dan tergugat.
Atas perubahan alamat yang diberikan penggugat, maka sidang selanjutnya digelar tanggal 24 Juni 2024 dengan agenda pembuktian dan saksi penggugat, dimana sidang yang seharusnya digelar hari Rabu tanggal 26 Juni 2024.
Menurut PP WA, majelis hakim sudah agendakan pembacaan putusan pada hari Senin, 1 Juli 2024, mendengar penjelasan tersebut dapat diduga pihak-pihak yang terlibat dalam pemeriksaan perkara melakukan perbuatan melawan perundang-undangan.
Menurut Pasal 390 ayat (1), HIR, menyatakan , yang berfungsi melakukan panggilan adalah juru sita dalam pasal berbunyi,
“Tiap-tiap surat jurusita, kecuali yang akan disebut di bawah ini, harus disampaikan pada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai di situ, kepada kepala desanya atau lurah bangsa Tionghoa yang diwajibkan dengan segera memberitahukan surat jurusita itu pada orang itu sendiri, dalam hal terakhir ini tidak perlu pernyataan menurut hukum.”
Dengan jelas mengatur Surat Panggilan kepada tergugat harus disampaikan kepada tergugat ditempat tinggalnya.
Dalam pemeriksaan perkara a quo, penggugat dihadapan majelis hakim pemeriksa perkara a quo, melakukan perubahan alamat tergugat.
Maka dengan demikian Surat Panggilan I yang sebelumnya dikirimkan ke Apartemen Gading Resort Residen D-7/03, Jalan Boule Rt. 001 Rw. 019, Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara, berdasarkan Pasal 390 ayat (1) HIR adalah tidak sah dan tidak patut.
“Gimana surat panggilan sidang tidak pernah diterima tergugat, sebab alamat yang diberikan oleh penggugat adalah ketika mereka masih terikat sebagai suami istri, sedangkan penggugat jelas mengetahui alamat tergugat,” ujar Patar Sihaloho salah seorang kuasa hukum tergugat.
Jangankan surat panggilan sidang, tambahnya, isi gugatan penggugat pun tergugat tidak mengetahuinya, sebab gugatan penggugat tidak pernah diterima.
Sementara kuasa hukum HB (penggugat) ketika berita ini dimuat belum dapat dihubungi. (Ari)