progresifjaya.id, JAKARTA — Ramai diberitakan di media online Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) Muhammad Arif Nuryanta (MAN) ditangkap penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung), karena diduga menerima suap Rp 60 miliar pada penanganan perkara di PN Jakarta Pusat (Jakpus) yang saat itu dia menjabat sebagai wakil ketua pengadilan tersebut.
Dalam kasus suap MAN ini barang bukti yang disita oleh penyidik Kejagung antara lain uang tunai dalam bentuk dolar Singapura, dolar Amerika, dan rupiah. Juga disita beberapa mobil mewah dengan berbagai merek, seperti Ferrari, Nissan GT-R, Mercedes-Benz, hingga Lexus.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar menyatakan, barang bukti tersebut merupakan hasil penggeledahan di Jakarta dan beberapa tempat lain. Atas kasus suap dan gratifikasi ini pihaknya telah menetapkan empat tersangka, yakni MAN, WG (Wahyu Wiguna) yang kini merupakan panitera muda di PN Jakarta Utara, serta MS (Marcella Santoso) dan AR (Aryanto) keduanya berprofesi sebagai pengacara.

Keempat tersangka itu diduga kuat terlibat dalam gratifikasi terkait pengurusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada periode Januari 2021-Maret 2022.
Perkara tersebut melibatkan sejumlah korporasi besar, yakni Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, yang seluruhnya telah diputus oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
Kasus yang menjerat MAN ini berkaitan dengan vonis onslag atau putusan lepas pada perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng (goreng). Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025.
Vonis lepas itu berbeda jauh dengan tuntutan yang disampaikan oleh jaksa yang menuntut uang pengganti sebesar Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group. Lalu, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp 11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group.

“Kemudian terhadap tuntutan tersebut, masing-masing terdakwa korporasi diputus oleh majelis hakim, yaitu terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Abdul Qohar.
Tim penyidik Kejagung lalu mencium kejanggalan dalam putusan lepas itu. Serangkaian pengusutan lalu mengungkap adanya dugaan suap yang dilakukan pengacara terdakwa korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto kepada Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Terkait dengan putusan onslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp 60 miliar, di mana pemberian suap tersebut atau gratifikasi diberikan melalui WG,” ujar Qohar di Kejagung, Sabtu malam (12/4).
Qohar mengatakan suap Rp 60 miliar yang diterima MAN selaku Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat itu dilakukan agar mempengaruhi vonis yang diterima tiga terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng.
“Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara dimaksud agar majelis hakim yang mengadili perkara tersebut memberikan putusan onslag. Jadi perkaranya tidak terbukti, walaupun secara unsur memenuhi pasal yang didakwakan, tetapi menurut pertimbangan majelis hakim bukan merupakan tindak pidana,” ucap Qohar.
Penulis/Editor: Isa Gautama