progresifjaya.id, JAKARTA – Sidang kasus dugaan suap kepada hakim terkait vonis bebas Ronald Tannur, yang menjerat terdakwa Lisa Rachman di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (10/6), bergulir memasukan agenda pembacaan pembelaan (pledoi).
Dalam pledoi tim penasehat hukum terdakwa Lisa, meminta kepada majelis hakim untuk membebaskan kliennya dan membebaskan dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Selain itu tim penasehat hukum terdakwa, meminta kepada majelis hakim agar terdakwa Lisa segera dikeluarkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu serta dipulihkan harkat martabat dan hak-haknya sebagai warga negara. “Mohon majelis hakim memerintahkan kepada Jaksa penuntut untuk segera mengeluarkan terdakwa Lisa Rachmat dari Rutan Pondok Bambu,” kata Andi Syarifuddin S.H., M.H.
Selain itu, pihak kuasa hukum menyampaikan keberatan atas tuntutan pidana tambahan berupa pencabutan izin profesi advokat yang dinilai melanggar hak asasi manusia, khususnya hak untuk bekerja dan mencari nafkah.
“Menurut hukum, pencabutan hak-hak tertentu tidak boleh menghilangkan semua hak dari terdakwa. Misalnya, hak memegang jabatan atau hak memilih dan dipilih bisa dicabut. Tapi hak untuk hidup dan bekerja, termasuk profesi sebagai advokat, tidak boleh dicabut,” tegasnya.
Kuasa hukum menyebut bahwa Lisa hanya memiliki satu mata pencaharian, yakni sebagai pengacara. Oleh karena itu, pencabutan izin profesi dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hak hidup kliennya.
“Apabila hak tersebut dicabut, maka majelis hakim yang mengadili perkara ini telah menghilangkan kesempatan hidup bagi Terdakwa Lisa Rachmat. Maka tuntutan pencabutan izin profesi oleh jaksa harus ditolak dan dikesampingkan,” tambahnya.
Didakwa Jadi Perantara Suap
Dalam perkara ini, Lisa Rachmat didakwa menjadi perantara pemberian suap dari Meirizka Widjaja, ibu Ronald Tannur, kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Suap itu diduga untuk mempengaruhi putusan bebas dalam kasus kematian Dini Sera, yang menyeret Ronald sebagai terdakwa.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Lisa Rachmat, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, yaitu uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu, atau setara Rp 3,6 miliar,” ujar jaksa dalam dakwaan Meirizka, Februari lalu.
Uang tersebut kemudian diberikan kepada tiga hakim yang menangani perkara Ronald, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Ketiganya kini juga berstatus sebagai terdakwa dalam kasus yang sama.
Selain itu, mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, turut terseret dalam perkara ini. Ia didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas selama menjabat, serta diduga terlibat sebagai makelar perkara dalam vonis bebas Ronald.
Sementara itu, Ronald Tannur sendiri telah dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dalam putusan kasasi dan kini sedang menjalani masa pidananya. (AT)