Sunday, March 23, 2025
BerandaHukum & KriminalTindak Pidana Pemalsuan Tidak Akan Muncul Kalau Akta Dikantongi dan Tidak Pernah...

Tindak Pidana Pemalsuan Tidak Akan Muncul Kalau Akta Dikantongi dan Tidak Pernah Dipergunakan

progresifjaya.id, JAKARTA – Seribu surat palsu atau yang dipalsukan kalau dikantongi saja dan tidak dipergunakan, bahkan telah dicabut, tidak akan memunculkan tindak pidana pemalsuan, jadi jelas tidak ada dampak hukumnya kepada siapapun, juga tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.

Hal itu diungkapkan Djisman Samosir, SH.,MH sebagai Ahli Hukum Pidana, juga pengajar di Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung dalam keterangannya didepan majelis hakim pimpinan Dodong Iman Rusdani, SH., MH., didampingi Agus Darwanta, SH., dan R.A Pontoh, SH., Mhum., dalam kasus tindak pidana dugaan pemalsuan surat yang melibatkan terdakwa Ren Ling, Phoa Hermanto Sundjono dan Sumuang Manulang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (21/9-2021).

Ditambahkannya, sepanjang surat palsu atau yang dipalsukan itu disimpan dan tidak dipergunakan itu tidak ada masalah dan orang tersebut tidak bisa dituntut, karena tidak ada yang dirugikan dari tindak lanjut surat yang diduga palsu tersebut dan tidak ada menimbulkan hak.

“Seorang direktur dipecat atau diberhentikan oleh dewan komisaris dengan alasan tertentu sah – sah saja, tetapi perlu diingat, di dalam Undang – Undang Perseroan Terbatas (UU PT) ada ketentuan dan klausul yang sudah baku,” ujar ahli menjawab pertanyaan Farida Felix, SH.,MH sebagai penasehat hukum para terdakwa terkait pemberhentian atau pemecatan seorang direktur, namun dia masih melakukan atau memimpin Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), karena direktur tersebut belum menerima surat pemecatannya.

Farida Felix, SH.,MH penasehat hukum terdakwa Ren Ling, Phoa Hermanto Sundjono dan Sumuang Manulang. Foto: Aritonang

“Seorang direktur yang telah dipecat harus diberikan kesempatan membela diri dalam batas waktu 30 hari. Apabila ketentuan tersebut tidak dilaksanakan oleh dewan komisaris, maka tindakan pemecatan direktur tersebut adalah salah dan keliru,” jelas ahli.

Direktur, lanjutnya, yang telah dipecat, namun belum menerima surat pemecatannya masih dapat menyelenggarakan dan memimpin RUPS, serta melayangkan surat undangan kepada para pemegang saham dan sama sekali tidak menjadi masalah. Bahkan hal itu masih dalam kapasitasnya sebagai seorang direktur dalam menyelenggarakan RUPS untuk menindaklanjuti adanya permohonan para pemegang saham.

“Saudara ahli, apabila ada dua perusahaan, dimana seorang memiliki saham dan menjabat sebagai direktur pada kedua perusahaan tersebut dan si orang tersebut bergabung ke perusahaan lain, dimana dirinya juga termasuk salah seorang pemegang saham diperusahaan tersebut. Pertanyaannya, apakah ketika dia membuat surat undangan untuk menyelenggarakan RUPS untuk menindaklanjuti permohonan para pemegang saham pada perusahaan tersebut dapat dikategorikan membuat surat palsu,” tanya Farida Felix.

“Pemilik saham atau yang menjabat direktur pada dua perusahaan membuat surat undangan RUPS, ketika dirinya (direktur yang dipecat, namun belum menerima surat pemecatannya) membuat surat undangan RUPS, boleh – boleh saja ! Apa yang dipalsukan ! Siapapun dapat membuat surat undangan, dipasal mana diatur dalam KUHP, bahwa mengundang orang salah, apalagi dia punya kapasitas,” jawab ahli.

Ahli didepan majelis hakim dan Subhan, SH., MH., dan Doni Boy Panjaitan, SH., MH., sebagai jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara mengatakan,  direktur diangkat melalui RUPS, maka memberhentikan atau pemecatannya pun harus melalui RUPS pula.

Menurut Djisman Samosir sebagai ahli hukum pidana dalam menanggapi kasus yang sedang membelit para terdakwa, tindak pidananya “berpotensi” sangat lemah.

Ahli hukum pidana Djisman Samosir, SH.,MH juga pengajar di Unpar Bandung. Foto: Aritonang

“Selain akta RUPS yang diduga palsu tersebut, telah dicabut dan tidak pernah dipergunakan, Notaris yang membuat akta telah mengakui kelalaiannya, kekhilapannya dan akibat kelalaian tersebut menyebabkan para terdakwa menjadi diadili, karena itu pengakuan atau permohonan maaf dari notaris tersebut boleh saja ditampung, namun itu tidak menghapuskan pidananya. Notarisnya itu bisa saja dituntut atas persetujuan yang merasa menjadi korban, karena dia memberikan keterangan palsu dalam akta outentik,” kata ahli mengakhiri keterangannya.

Dimana keterangan tersebut diketahuinya atas keterangan penasehat hukum para terdakwa dari sejumlah keterangan para saksi dan ahli sebelumnya, juga keterangan notaris yang dijadikan acuan pertanyaan kepada ahli.

Penulis: Ari

Artikel Terkait

Berita Populer