progresifjaya.id, LEBAK – Tokoh agama Provinsi Banten KH Rumbang Sirojudin mengatakan pengawasan orang tua dan sekolah harus lebih optimal sehingga dapat berperan untuk pencegahan kekerasan seksual yang menimpa anak-anak.
“Kita tentu merasa prihatin laporan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) bahwa Provinsi Banten itu berstatus darurat kekerasan seksual terhadap anak,” kata Pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Falah Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, Senin (2/11/2023)
Kasus korban kekerasan seks yang menimpa anak – anak di Provinsi Banten kebanyakan para pelajar mulai tingkat SD sampai SMA juga santriwati.
Mereka pelakunya juga sekitar orang – orang dekat dan perlu secara optimal untuk pengawasan di sekolah agar tidak terjerumus korban kekerasan seksual.
Selama ini, Banten berstatus darurat kekerasan seksual terhadap anak -anak.
“Kami minta orang tua dapat mengawasi anak-anaknya ketika berada di sekolah,” katanya.
Ia juga mengatakan, para orang tua juga harus menjalin komunikasi dengan pihak sekolah agar anak mereka belajar dengan benar – benar.
Mereka anak-anak di sekolah jangan ada waktu jeda, karena berpotensi untuk dijadikan hal- hal negatif.
Selain itu juga komunikasi dengan sekolah cukup diperlukan ketika orangtuanya menanyakan kegiatan anaknya di sekolah, termasuk jam pulang belajar.
Begitu juga pihak sekolah memaksimalkan pengawasan dengan melibatkan Bimbingan Penyuluhan (BP) terhadap anak didiknya.
Apabila, peserta didik itu diketahui melakukan hal – hal yang tidak baik bisa dilakukan pembinaan dan bimbingan untuk mengantisipasi kekerasan seks dan tawuran.
“Kami meyakini dengan komunikasi berjalan baik dipastikan bisa mencegah kekerasan seks yang dialami anak-anak,” terangnya.
Menurut dia,peran guru secara holistik harus mampu menyampaikan pembelajaran dengan baik kepada peserta didiknya untuk memberikan edukasi tentang pendidikan seks yang baik dan benar.
Tujuan pendidikan seks itu agar peserta didik tidak melakukanya, sebelum mereka menikah secara sah.
Sebab, kata dia, perbuatan zinah tidak baik, selain dosa besar juga hingga pertanggungjawaban perbuatanya sampai akherat.
Apalagi, ujar dia, saat ini dengan maraknya teknologi digital, sehingga mudah untuk mengakses pornografi.
Bahkan, pelaku kekerasan seksual juga terdapat seorang guru, sehingga jika guru melakukan hal yang tidak baik, seperti dekat dengan murid maka harus dilakukan teguran untuk saling mengingatkan.
Selain itu juga ada pimpinan pesantrennya menjadi pelaku dan korbannya lebih dari satu orang.
“Kami berharap kasus kekerasan seks terhadap anak bisa dieliminasi maupun dicegah,” tuturnya.
Berdasarkan catatan Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak (PA) di Banten pada tahun 2017 ada 26 kasus, 2018 ada 39 kasus, 2019 ada 38 kasus, 2020 ada 69 kasus.
Pada tahun 2021 terjadi lonjakan mencapai 136 kasus dan 2022 ada 117 kasus, serta pada awal tahun 2023 sebanyak 8 kasus. (R. Rencong)