progresifjaya.id, JAKARTA – Wendy Starland, seorang penyanyi dan penulis lagu asal New York dalam perjalanan kariernya pernah berkata, “Accepting constructive criticism from others is necessary to move to the next level”. Kalau ditukar ke bahasa Indonesia lebih kurang bunyinya adalah, “Menerima kritik yang membangun dari orang lain diperlukan untuk naik ke level berikutnya”.
Kalimat ini sejatinya adalah kalimat pernyataan internal Wendy untuk mengoreksi dan memotivasi dirinya agar bisa berkarier dan berkarya lebih baik lagi. Tapi terlepas dari itu, ucapan internal Wendy ini ternyata juga selaras dengan pernyataan Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Tepat setahun lalu di bulan Juni 2023, Kapolri Listyo Sigit pernah melontarkan ucapan bahwa Polri harus mempersiapkan diri sebagai organisasi modern yang siap membuka diri dan menerima koreksi. Dalam artian tentunya tidak anti-kritik
Ucapan ini dilontarkan tegas Kapolri Listyo Sigit pada acara Penganugerahan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Award Tahun 2023, di The Sultan Hotel, Jakarta Pusat.
“Kami menyadari bahwa kami memiliki tugas pokok yang dalam keseharian tentunya selalu diikuti. Tidak mudah untuk melaksanakan apa yang namanya harkamtibmas, perlindungan, pelayanan, pengayoman serta melakukan penegakan hukum,” kata Kapolri Listyo Sigit ketika itu.
Menurutnya, sekarang ini Indonesia sudah berada di era citizen journalism atau jurnalisme warga. Artinya, kapanpun, di manapun dan siapapun bisa menjadi sumber informasi berita. Sudah masanya keterbukaan.
Dan dalam konteks keterbukaan ini, lanjut Kapolri Listyo Sigit, apapun yang Polri lakukan akan diketahui masyarakat. Polri bisa dinilai baik apabila masyarakat memandang dan menilainya baik. Sebaliknya, jika masyarakat memandang dan menilai serta memviralkan buruk, maka wajah Polri pun akan jadi buruk.
Jika hal ini dikembalikan lagi ke ucapan awalnya agar Polri mempersiapkan diri sebagai organisasi modern yang siap dan terbuka menerima koreksi, itu artinya Polri harus menjadi institusi yang dewasa dan welcome dengan segala kritik, koreksi dan masukan.
Karena semua itu, kembali mengutip ucapan Wendy Starland, akan bisa dipakai sebagai bahan evaluasi buat Polri bertransformasi lebih baik lagi, sekaligus juga untuk menaikkan level derajatnya sebagai sebuah institusi.
Secara jujur, pemahaman itu sekarang memang sepertinya sudah jadi paradigma buat para anggota Polri. Transformasi keterbukaan Polri yang siap menerima kritik nyata terlihat dari implementasi kegiatan bernama Jumat Curhat, Minggu Kasih dan patroli dialogis cooling system. Seluruh level jajaran melakukan ini. Mulai dari tingkat Mabes, Polda, Polres hingga Polsek dengan SDM Bhabinkamtibmas-nya.
Bahkan, kegiatan Jumat Curhat sudah rutin dan merata dilakukan Polri sebagai institusi pada setiap pekan di seluruh wilayah Indonesia. Jumat Curhat sendiri sebenarnya adalah program Kapolri untuk lebih mendekatkan diri dengan masyarakat, mendengar keluh kesah, saran dan kritik dari masyarakat terkait dengan situasi kamtibmas di wilayah hukum masing-masing.
Program ini kemudian dibreakdown ke bawah hingga pelaksanaannya bisa menyentuh hingga ke akar rumput. Satu contoh nyata pelaksanaan program ini bisa dikisahkan lewat aksi Kapolresta Bandara Soetta, Kombes Pol Roberto Pasaribu saat Jumat Curhat pada tanggal 10 Mei 2024 lalu.
Kala itu, perwira melati tiga jebolan Batalyon Sanika Satyawada Akpol tahun 2000 ini menggelar tatap muka dengan puluhan karyawan dari berbagai perusahaan yang ada di Bandara Soetta. Dalam tatap muka ini, para karyawan seperti kompak ramai-ramai mencurahkan isi hatinya terkait layanan kepolisian. Ada yang mengeluhkan soal susahnya perpanjang SIM, membuat SKCK, hingga rasa bingung untuk memanfaat hotline 110.
Merespons berbagai informasi keluhan ini, Kapolresta Roberto kala itu berjanji akan segera menindaklanjutinya dengan solusi. Dan terbukti, 19 hari kemudian atau persisnya tanggal 29 Mei 2024, Polresta Bandara Soetta menghadirkan layanan SIM Keliling sebagai jawaban atas keluhan dan kritik karyawan Bandara Soetta yang kesulitan memperpanjang SIM.
Ini cuma satu contoh era keterbukaan Polri untuk menerima saran kritik dan keluhan masyarakat untuk kemudian dijawab secara positif. Belum lagi dengan program Minggu Kasih yang benar-benar total membangun kepedulian dan kedekatan Polri dengan masyarakat. Pelaksanaan program ini bisa disimak dari aktivitas Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan yang intens melakukannya ke panti asuhan, panti jompo dan rumah singgah.
Kemudian patroli dialogis cooling system yang juga selalu menyambangi masyarakat – bahkan di malam hari – hanya untuk berdiskusi dan menyampaikan pesan kamtibmas. Dirbinmas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Badya Wijaya adalah satu contoh sosok perwira pejabat utama tingkat Polda yang rajin melaksanakan program ini.
Selain program keterbukaan di lapangan, Polri juga membangun keterbukaan dan kedewasaannya secara digital mengikuti keadaan. Sudah ada aplikasi Presisi Polri Super App yang dilahirkan dan bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mencurahkan segala pertanyaan, uneg-uneg dan kritik positifnya buat Polri. Aplikasi ini tersedia di Google Play Store dan App Store untuk diunduh.
Lalu kini, apakah masih ada yang berani menyebut Polri kurang terbuka dan sulit dikritik? Plis, tolong pikirkan dulu sebelum bicara untuk menjaga lisan, ya. (Bembo)