Saturday, March 22, 2025
BerandaBerita UtamaUsai Masalah Pungli di Rutan, Kini Novel Baswedan Endus Transaksi Mencurigakan Mantan...

Usai Masalah Pungli di Rutan, Kini Novel Baswedan Endus Transaksi Mencurigakan Mantan Kasatgas Penyidik KPK Bernilai Wah

progresifjaya.id, JAKARTA – Setelah tersandung masalah pungli di rutan, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali dilanda masalah mantan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik yang diduga melakukan transaksi yang nilainya sangat fantastis.

Sosok tersebut adalah Tri Sihartanto yang diduga melakukan transaksi hingga ratusan miliar. Saat ini Tri Suhartanto telah dipulangkan KPK ke Polri dengan dalih masa penugasan telah berakhir per tanggal 1 Februari 2023.

Informasi itu disampaikan oleh mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan dalam podcast di YouTube pribadinya berjudul “Deretan Kasus Menjerat Pimpinan KPK”.

Dalam podcast tersebut, nilai transaksi mencurigakan mantan Kasatgas Penyidik KPK tersebut terungkap berdasaran hasil analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang disampaikan kepada penegak hukum.

“Laporan PPATK itu terhadap seorang pegawai KPK di penindakan dan itu nilai transaksinya Rp300 miliar, dan saya duga lebih, ada yang katakan hampir Rp1 triliun bahkan,” kata Novel dalam podcast tersebut, dikutip Senin (3/7/2023) seperti yang dikutip dari Tribunnews.com.

Novel menduga, pihak internal KPK melakukan pembiaran terhadap dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp 300 M tersebut. Sebab, sejauh ini tidak ada pemeriksaan lanjutan terhadap laporan yang disampaikan oleh PPATK tersebut.

“Yang bersangkutan (Tri Suhartanto) mengundurkan diri. Kok bisa mengundurkan diri terus dibiarkan,” ucapnya.

“Apakah pimpinan dan Dewan Pengawas KPK tidak ingin tahu kebenarannya? Dan bila benar, apakah ada orang lain di internal yang terlibat? Atau memang mereka sudah tahu tapi tidak ingin diketahui orang?” sambung Novel.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, mantan Komisioner KPK Bambang Widjojanto atau akrab disapa BW mengkategorikan dugaan kejahatan tersebut sebagai “big fish”.

“Big fish itu karena menyangkut uang gede, ada Rp300 M bahkan Rp1 T main seperti itu di kepemimpinan seperti ini, harusnya semua pimpinannya mundur,” ujar BW dalam podcast tersebut.

BW menilai Tri Suhartanto tidak bekerja sendiri melainkan ada pihak lain yang terlibat. BW menilai pembiaran yang dilakukan KPK terhadap laporan PPATK akan berdampak negatif untuk lembaga. Menurut dia, kejahatan-kejahatan lain berpotensi besar akan muncul kembali.

“Dengan tidak dilakukan proses pemeriksaan lebih lanjut, kita sebenarnya sedang melindungi jaringan itu atau membiarkan jaringan itu bekerja. Jadi, sekarang KPK tidak aman,” kata BW.

“Jaringan itu kemudian besar menginfeksi yang lainnya lagi. Jadi, kerusakannya jadi besar,” imbuhnya.

Diterpa Isu Tak Sedap

Di bawah kepemimpinan Firli Bahuri, KPK terus diterpa isu tak sedap. Sepertinya, pegawai KPK tak takut pada Firli, meski berpangkat jenderal bintang tiga dari institusi Polri.

Kewibawaan yang rendah menjadi kunci, penurunan moral pegawai KPK di era saat ini. Terbaru, ada bocoran seorang pegawai KPK melakukan dugaan tindak pidana korupsi dengan cara menilap uang perjalanan dinas (perdin).

Peristiwa itu terjadi dalam rentang waktu Desember 2021 hingga Maret 2022. Pelaku berhasil mengantongi Rp550 juta. Berdasarkan informasi yang dilansir Tribunnews.com, pelaku merupakan admin di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi berinisial NAR.

Sumber ini menyebut bahwa NAR memanipulasi uang akomodasi hingga duit makan.

“Dia manipulasi duit tiket, hotel, dan uang makan. Caranya dia manipulasi jumlah orang yang berangkat plus bikin bukti bayar bodong. Tak lupa dia potong-potong lagi uang harian orang yang berangkat,” kata sumber dikutip Rabu (28/6/2023).

NAR kemudian menggunakan uang Rp550 juta itu untuk beragam keperluan. Seperti belanja baju dan jalan-jalan. “Duitnya dipakai pacaran, belanja baju, ngajak keluarganya jalan-jalan, kabarnya pakai nginap di hotel bintang lima segala,” ungkapnya.

Adapun NAR kini sudah dibebastugaskan oleh KPK. Cara ini dipakai agar memudahkan pemeriksaan.

“Atas bukti permulaan tersebut pejabat pembina melaporkan dugan korupsi ini kepada kedeputian bidang penindakan dan eksekusi KPK. Bersamaan dengan proses tersebut, oknum dimaksud sudah dibebastugaskan untuk memudahkan proses pemeriksaannya,” kata Sekjen KPK Cahya Hardianto Harefa di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2023).

Pegawai itu, kata Cahya, sedang menjalani pemeriksaan disiplin pegawai di Inspektorat KPK. Perbuatan sang oknum juga nantinya akan dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

“Dari kami sudah menyampaikan hal ini kepada Kedeputian Penindakan dan Eksekusi, dan juga nanti kita akan laporkan ke Dewan Pengawas,” kata Cahya.

Pungli di Rutan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya mengungkap jumlah korban praktik pungutan liar (pungli) di lingkup rumah tahanan negara (rutan) KPK.

Dalam kasus yang sudah masuk tahap penyelidikan ini, diduga korbannya mencapai puluhan orang.

“Iya (korban puluhan orang, red), itu yang sedang kita tangani,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2023).

Pungutan liar di rutan pertama kali diungkap oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas KPK menyatakan pungi itu ditengarai terjadi selama Desember 2021 hingga Maret 2022. Jumlah uang yang terkumpul dalam pungutan itu ditengarai mencapai Rp 4 miliar.

Belakangan diketahui, bahwa pungutan liar itu terungkap gara-gara ada pegawai rutan KPK yang melakukan pelecehan terhadap istri tahanan. Pegawai tersebut mendapatkan sanksi ringan berupa permintaan maaf secara terbuka.

Namun, dari pemeriksaan di kasus tersebut, diketahui bahwa keluarga tahanan dimintai duit oleh pengelola rutan KPK. Si saksi mengaku memberikan hingga Rp72,5 juta kepada pengelola rutan dengan alasan untuk kebutuhan si tahanan.

KPK menyatakan telah memulai penyelidikan untuk menemukan tindak pidana korupsi dari pungutan liar ini. KPK membagi tim pemeriksaan menjadi dua. Pertama yang berfokus untuk menyelidikan dugaan pidana. (Red)

Artikel Terkait

Berita Populer